Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyatakan bahwa Small Business Barometer Report yang diluncurkan oleh Mastercard Center for Inclusive Growth, Mercy Corps Indonesia (MCI), dan 60 Decibels dapat menjadi acuan penting untuk program pengembangan usaha mikro kecil menengah (UMKM). Menurut Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Bappenas Maliki, temuan yang terdapat dalam laporan tersebut dapat menjadi dasar untuk intervensi program pengembangan UMKM, terutama dalam hal pembiayaan dan digitalisasi UMKM yang masih perlu ditingkatkan. Ada beberapa temuan dari Laporan Small Business Barometer. Pertama, 81 persen pelaku UMK menyadari manfaat perangkat digital, namun 64 persen dari mereka tidak memiliki keterampilan atau literasi digital yang cukup untuk menggunakannya. Sebanyak 38 persen pemilik UMK merasa literasi digital rendah, 35 persen ragu dengan teknologi yang harus diadopsi, dan 31 persen menganggap biaya investasi teknologi terlalu tinggi sebagai hambatan utama dalam meningkatkan operasi bisnis mereka. Selain itu, data menunjukkan bahwa sebanyak 70 persen usaha kecil di Indonesia menganggap layanan dukungan seperti pelatihan pengembangan usaha, manajemen keuangan, keahlian digital, dan manajemen sumber daya manusia sangat penting bagi pertumbuhan bisnis mereka. Namun, sayangnya, dua pertiga pemilik usaha kecil tidak mengakses dukungan apapun dalam setahun terakhir. Hal ini menunjukkan perlunya program atau intervensi khusus yang dirancang untuk meningkatkan pertumbuhan dan ketangguhan usaha kecil di Indonesia. Selain itu, dua pertiga usaha mikro kecil (UMK) juga tidak mengakses kredit atau pinjaman dalam 12 bulan terakhir, dan 62 persen dari mereka menyatakan bahwa mereka tidak membutuhkan kredit. Hal ini menunjukkan adanya tren kemandirian finansial di kalangan UMK. Terakhir, persentase UMK yang dipimpin oleh laki-laki sebesar 33 persen, sedangkan yang dipimpin oleh perempuan sebesar 32 persen. Menariknya, baik UMK yang dipimpin oleh laki-laki maupun perempuan memiliki akses yang hampir sama terhadap layanan dukungan, dan UMK yang dipimpin oleh perempuan melaporkan kinerja bisnis yang hampir setara dengan UMK yang dipimpin oleh laki-laki dalam berbagai indikator pengukuran. Secara keseluruhan, informasi dari studi ini memberikan pemahaman yang komprehensif tentang situasi digitalisasi UMK saat ini, menurut Maliki. Dengan menyoroti berbagai tantangan yang dihadapi oleh UMK dan mengidentifikasi peluang-peluang program dukungan bagi UMK, laporan ini memberikan alat yang diperlukan bagi para pembuat kebijakan untuk melaksanakan program yang tepat sasaran guna mendukung pertumbuhan UMK yang berkelanjutan di Indonesia. "Laporan ini juga sejalan dengan arah kebijakan RPJMN maupun RPJPN yang beberapa fokus strateginya, termasuk pengembangan inovasi pembiayaan UMKM dan adopsi teknologi digital bagi UMKM," ucapnya.