Badan Gizi Nasional mengungkapkan bahwa Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Papua akan mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui swasembada pangan, yang diharapkan dapat memberikan dampak positif dalam memberdayakan perusahaan-perusahaan lokal. "Visi dari MBG ini adalah memanfaatkan sistem pertahanan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan. Selain itu, MBG akan menjalin komunikasi dengan perusahaan di bidang digital, budaya, dan lingkungan serta berkolaborasi dalam program peningkatan gizi yang berkelanjutan," jelas Tenaga Ahli Bidang Sistem dan Tata Kelola BGN, Niken Gandini, di Gedung Eme Neme Yauware, Timika, Provinsi Papua Tengah, pada hari Senin. Niken menekankan bahwa masalah gizi yang dihadapi masyarakat Indonesia, seperti stunting, kekurangan berat badan, dan kelebihan berat badan, sering kali disebabkan oleh pola makan yang tidak tepat dan tidak seimbang. "Oleh karena itu, dalam program MBG ini, salah satu fokusnya adalah memperkenalkan komposisi gizi yang seimbang, yang mencakup karbohidrat, protein, serta sayur-sayuran dan buah-buahan. Ini adalah upaya kami untuk meningkatkan gizi yang baik bagi masyarakat Indonesia," tambahnya. Niken juga menyampaikan bahwa satu SPPG memiliki potensi untuk menyerap setidaknya 50 tenaga kerja. Di dalam satu dapur, terdapat 50 orang yang bertugas untuk menyiapkan paket makanan bergizi secara gratis. Dapur tersebut memiliki jangkauan sekitar 3.000 hingga 3.500 penerima makanan. Dengan demikian, satu dapur dapat mengerahkan 50 pekerja, di mana tiga di antaranya merupakan staf BGN, yaitu kepala SPPG, ahli gizi, dan akuntan, ungkapnya. Sementara itu, Staf Khusus Menteri Pertahanan (Menhan) Bidang Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Lenis Kogoya, yang juga hadir dalam sosialisasi tersebut, menekankan bahwa seluruh Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) di Papua akan dikelola oleh masyarakat lokal, termasuk Lembaga Masyarakat Adat (LMA), untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja. "Kepala-kepala sekolah diharapkan untuk membangun kebun untuk MBG. Oleh karena itu, kita harus tegas, semua sayur yang diimpor dari Jakarta harus dihentikan. Setiap orang harus menanam sayur di kebun mereka sendiri, karena sumber daya ada di sana. Dengan demikian, masyarakat akan mendapatkan manfaat, dan anak-anak kita akan memperoleh sayur yang bergizi," ujarnya. Salah satu Kepala Sekolah Yayasan Pendidikan Kristen (YPK) Taman Kanak-Kanak (TK) Marthen Luther Regina Mansawan menyatakan bahwa para kepala sekolah masih menunggu petunjuk dari Dinas Pendidikan setempat untuk memulai program MBG di Papua. Ia menjelaskan bahwa selama ini, kecukupan gizi siswa di Papua belum terpantau dengan baik, karena orang tua cenderung hanya memberikan uang saku tanpa mengetahui apa yang dibeli anak-anak mereka di sekolah. "Mereka hanya memberikan uang saku, dan kita tidak tahu apa yang dibeli anak-anak di sekolah. Mereka cenderung membeli jajanan sembarangan seperti snack dan makanan yang kurang bergizi. Namun, dengan adanya MBG, orang tua tidak perlu khawatir lagi tentang apa yang dimakan anak-anak mereka di sekolah, karena sudah tersedia sarapan," jelas Regina.