Penulis novel Dewi Lestari, yang lebih dikenal dengan sebutan Dee Lestari, menjelaskan alasan mengapa ia selalu memasuki "gua kelelawar" saat akan memulai penulisan novel baru. "Saya merasa lebih mudah untuk berkarya, karena saya sudah mengetahui bahwa dari bulan A hingga bulan B, saya akan fokus pada suatu proyek, dan saya menyebutnya sebagai gua kelelawar," ungkap Dee saat mengunjungi ANTARA Heritage Center (AHC) di Jakarta pada Kamis (28/11). Dee menambahkan bahwa proses penulisan novel memerlukan waktu yang cukup lama serta perencanaan yang cermat. Ia menjadikan waktu kerja sebagai prioritas utama dan berusaha untuk tidak terganggu oleh aktivitas lainnya. Masuk ke dalam "gua kelelawar", wanita yang biasa dipanggil Ibu Suri tersebut merasakan adanya semacam batas waktu untuk menyelesaikan pekerjaannya. Hal ini mencakup waktu mulai dan berakhir, serta jumlah kata yang harus ditulis, yang membantunya untuk tetap fokus dalam melakukan riset. "Ini seperti saat kita berada dalam panci presto, ada tekanan yang mengharuskan kita untuk memulai dan menyelesaikan, sehingga saya merasa lebih mudah untuk bekerja. Ini adalah tentang konsistensi dan mentalitas untuk hadir setiap hari demi ide cerita," jelas Dee. Menurutnya, metode kerja ini juga meningkatkan intensitas suasana kerjanya. Meskipun ia harus mengorbankan waktu untuk mengambil proyek baru di luar aktivitasnya sebagai penulis, termasuk waktu berkumpul dengan teman-temannya. Dee juga menambahkan bahwa metode yang digunakannya tidak perlu diikuti oleh penulis lain. Masing-masing individu mungkin memiliki batasan terhadap pendekatan semacam itu, merasakan intensitas yang berlebihan, atau merasa terjebak dalam proses yang cepat. Tidak ada metode yang benar atau salah; alasan saya menggunakan pendekatan ini adalah karena itu efektif bagi saya, jelas Dee. Dee menekankan bahwa hal yang paling penting adalah kekuatan dorongan untuk terus menulis dan cara mengatasi rasa jenuh yang muncul saat memulai. Ia mengibaratkan proses menulis seperti menikmati cokelat, di mana pada suatu titik, seseorang bisa merasa bosan meskipun itu adalah makanan favoritnya. "Ketika ingin menulis buku baru, saya membayangkan betapa bahagianya memiliki karya baru. Namun, saat menjalani prosesnya, terasa berat, membosankan, dan melelahkan. Namun, karena saya sudah memahami bahwa ini adalah metode yang efektif bagi saya, saya menetapkan tenggat waktu dan memastikan saya tahu kapan harus menyelesaikannya, sehingga saya terus melanjutkan," ungkap Dee.
cvrjdcgMsZqI
0